Minggu, 19 Desember 2021

PERGI

Ku kira, Hadiranmu adalah pelangi di hidupku Setelah badai yang menggelapkan asaku Dan petir yg menghanguskan mimpiku. Nyatanya, kau hanyalah embun pagi Sebentar hadir lalu pergi. Sejenak menyejukkan lalu dahaga datang kembali Hingga tak dapat ku bedakan mana nyata, mana ilusi. Kakiku tak dapat melangkah dan hatiku pun terpatri. Ketika kau katakan tak ingin ku pergi. Kau tambahkan asa menjadi ilusi tingkat tinggi. Aku terbuai dan berpikir semua berakhir bahagia. Namun nyatanya, Kaulah yang mengayunkan kaki melangkah pergi. Berlahan tapi pasti, Meninggalkanku sendiri dalam rindu tanpa tepi. Menyadarkanku bahwa rasa ini tak layak ku hidupi. Meski hati ini menolak melepasmu pergi Aku dan kamu, mungkinkah nyata?

Senin, 02 Maret 2015

KEHILANGAN

Kehilangan...
Satu kata yang selama ini begitu menghantuiku,
Mengingatnya saja membuatku merasa sangat sakit, bahkan sakit yang tak ku mengerti karena apa dan dibagian mana sakit itu.
Kehilangan..
Tanpa ku ucapkan tapi selalu mampu menancapkan luka yang perih.
Kehilangan..
Air mata menjadi teman kala ku terdiam memikirkannya.
Kehilangan...
Bahkan aku dapat sakit tanpa tahu apa yang sebenarnya hilang dari diriku??
Kehilangan...
Momok yang sangat tidak ingin ku dengar apalagi ku alami.
Namun, semakin aku menghindari, semakin dia menghantuiku .
Semakin aku berlari menjauh, dia mengejarku dibelakang bahkan tak jarang menghadangku dengan mengambil banyak hal yang ku miliki.
Kehilangan...
Ingin rasanya ku hapus kata itu dari kamus kehidupan,
dan aku lelah... hampir menyerah hingga suatu hari,
entah dari mana, aku mendapatkan kekuatan yang memaksaku berperang melawan rasa kehilangan.
Aku bahkan berdarah - darah melawan rasa itu..
Sakit, tapi aku puas karena aku berani melawannya.
Berhasil? jangan tanyakan keberhasilan itu karna perang belum berakhir.
Tapi kini..
Aku memutuskan untuk berdamai dengan kehilangan, bukan karna aku kehabisan kekuatanku tapi karna bagaimanapun cara damai tidak akan mendatangkan perang yang berkepanjangan.
Berhasil? jangan tanya hasilnya sekarang..
Perdamainan itu belum berakhir..
Tapi suatu saat nanti aku yakin aku akan merasakan hasilnya,
suatu saat nanti aku dapat tersenyum dan mengatakan bahwa sakit ini tidak lebih sakit dari kesakitan yang pernah ku rasakan ketika aku merasa KEHILANGAN..
Suatu saat nanti aku pasti akan dapat mengatakan TERIMA KASIH KEHILANGAN.
dan ini mungkin langka kecilku untuk berdamai dengan Kehilangan.
KE (Kekuatan)
Hi (Hidup) tuk
LA ( Lanjutkan)
NGAN (Perjuangan).
Salam Damai Kehilangan!!!


Selasa, 16 Desember 2014

Malaikat Tanpa Sayap

Ini perjumpaanku dengan seorang, ah bukan, dua orang malaikat.
Malaikat ini berbeda dengan apa yang selama ini orang gambarkan tentang mereka. Malaikat yang ku temui tadi tidak bersayap, tidak berjubah putih,  apalagi bercahaya dan suaranya juga tidak merdu.  Sebenarnya bukan kali pertama aku berjumpa dengannya, malaikat dengan pakaian ala preman, suara yang keras tapi tegas, meski tak bersayap tapi dia mampu menerbangkanku dan meski tubuhnya cenderung gelap, tapi setelah ku amati ternyata dia memancarkan cahaya dari perbuatannya.
Yaa.., mereka adalah tukang penyebrang jalan. Kesekian kalinya aku merasa mereka sangat menolongku di tengah kesulitanku menyebrang baik saat berjalan kaki maupun mengendarai motor. Mereka dengan gagah berani memberi isyarat & menghentikan mobil dan motor dari seberang yang melaju dengan kecepatan tinggi. Keramahan tetap mereka berikan bagiku (dan juga pengendara motor lain) saat kami hendak menyebrang meski aku dan jug apengendara motor lain tidak memberikan upah kepada mereka. Awalnya aku berpikir mereka hanya akan menyebrangkan mobil karena biasanya hanya sopir – sopir mobillah yang memberikan upah kepada mereka. Namun ternyata dugaanku keliru, bukan hanya pengendara motor yang disebrangkannya, aku yang berjalan kaki pun dibantunya untuk menyebrang.
Mungkin ini hal yang sangat senderhana bagi kebanyakan orang, tapi bagiku yang merasa sangat terbantu, pekerjaan mereka sangat berarti bagiku. Aku tidak habis pikir akan butuh berapa lama aku untuk menyebrang jika tanpa bantuan tukang penyebrang jalan, mengingat banyaknya kendaraan yang melaju dengan kecangnya. Saat seperti ini juga membuatku merenung betapa aku mungkin juga sering tetap melaju kencang meski melihat pejalan kaki/pengendara motor ada yang ingin menyebrang.
Perbuatan kecil, pekerjaan sepele yang sering diremehkan orang sejatinya sangat menolong orang lain. Namun demikian, apa yang dilakukan mereka seringkali tidak diperhitungkan orang lain dan mungkin ada yang merasa cukup dengan memberikan upah recehan kepada mereka.  Pekerjaan mungkin sudah banyak yang kehilangan nilainya sehingga orang tak lagi memperhitungkan seberapa besar itu menolong orang lain tetapi seberapa besar itu mendatangkan uang bagiku. Ah, alangkah indahnya jika setiap orang dapat memandang setiap pekerjaan itu dari NILAI-nya dan bukan UANG-nya. Alangkah damainya jika setiap orang dapat melihat Tuhan di pekerjaan orang lain dan bukan TAHTA-nya.  Aku yakin maka Bumi ini benar – benar dapat menjadi seperti di SURGA.

“Terima kasih pak penyebrang, aku melihat Tuhan di dalam dirimu”

Sabtu, 08 Februari 2014

Borneo I'm Coming

Hujan mengguyur jogja pagi itu kala aku hendak beranjak menuju kantor Yayasan Sahabat Gloria. Sesampai di kantor, teman – teman menyambutku dan membawakan barang bawaanku. Seorang teman lalu mengajakku foto  bersama sebagai tradisi pelepasan fasilitator menuju kalimantan. Mobil hitampun akhirnya mengantarkanku menuju bandara bersama lima teman kantorku.
Bandara nampak sibuk dengan hiruk pikuk penerbangan dan seolah tak begitu ramah dengan diriku yang baru pertama menginjakkan kaki di bandara. Yaa, ini adalah penerbangan pertamaku. Aku berdebar sampai ingin meledak rasanya menahan rasa bahagia dan antara percaya dan tidak percaya bahwa aku akan terbang menuju pulau baru.
Pkl.10.30 aku dan seorang temanku masuk bandara. Seorang petugas memeriksa tiket kami lalu mempersilahkan kami masuk. Barang – barang kami diperiksa terlebih dahulu lalu kami  dipersilahkan untuk cek in. Setelah menunggu kira – kira 15 menit kami kemudian menuju ruang tunggu. Temanku mengajak duduk menuju gate paling ujung, “biasanya di sana gatenya yas”, kata temanku. Aku melihat sekelilingku, nampak penumpang di gate 3 begitu berjubel. Ah, aku masih tidak percaya bahwa aku akan terbang, pikirku.
Tepat pukul 11.20, penumpang Lion Air dengan tujuan Banjarmasin dipersilahkan memasuki pesawat. Rintik hujan nyatanya tidak membuat burung besi itu enggan terbang. Ku langkahkan kakiku dengan mantap menuju landasan dan mendekati pesawat. Ku naikki tangga pesawat dan ku nikmati setiap tangganya penuh syukur. Seorang pramugari cantik menyapa kami dan mempersilahkan kami masuk. “Ini yas, kursi kita, kamu di dekat jendela” kata temanku sambil menunjukkan kursi yang akan kami dudukki. Kali ini aku benar – benar meledak, bahagia bercampur rasa penasaran menikmati penerbanganku, seorang pramugari lalu menjelaskan cara menggunakan sabuk pengaman. Setelah kurang lebih 15 menit, akhirnya burung besi itu mencakarkan kakinya di landasan pacu kemudian mengepakkan sayapnya menembus awan. Ku lihat rumah – rumah semakin kecil, kecil hingga hanya awan putih yang nampak. Kali ini rasanya seperti saat aku memanjat pohon mangga yang tinggi. Telinga sakit seperti yang diceritakan teman – temanku nyatanya tak ku rasakan, hanya aku merasa sedikit ngantuk dan akupun tertidur.
Pkl. 11.50 aku terbangun dan melihat ke bawah dari jendela kecil disebelahku. Nampak butiran putih mirip awan di tengah hamparan biru sedikit hitam, aku pikir itu karna pesawat terlalu tinggi, ternyata pesawat berada di atas laut jawa. Beberapa kemudian nampak kapal – kapal mengangkut batu bara, air laut nampak kecoklatan, entah kenapa. Kemudian ku lihat sungai berkelok – kelok sangat indah, hamparan rawa dan rumah2 serta jalan pun mulai nampak. Ya, kami akan segera mendarat di Banjarmasin.
Pkl. 12.35, pesawat itupun akhirnya benar – benar mendarat, rasanya seperti menaiki roller coaster kala pesawat hendak landing. Ah, menyenangkannya, batinku.Pramugari lalu mempersilahkan kami keluar. Aku pun dengan penuh mantap keluar dari kapal dan udara panas banjarmasinpun langsung menyambutku. Terima kasih Tuhan, batinku. Bis bandara kemudian mengangkut kami menuju bandara untuk mengambil barang – barang kami. Setelah memasuki ruang kedatangan, aku melihat sekelilingku dan mencoba menikmatinya. Sementara menunggu barang – barangku, aku menghubungi keluarga bahwa aku sudah sampai di kalimantan.
Bandara Syamsudin Noor hari itu nampak padat sekali, banyak penumpang yang akan menunaikan haji dan umroh. Kami pun menunggu mobil yang akan membawa kami ke kualakapuas di beranda bandara. Borneo, I’m Coming, teriakku dalam hati sambil menikmati sambutan hawa panasnya.
3 jam menunggu, akhirnya mobil yang menjemput kami datang. Setelah mengantar teman yang akan terbang ke bandara, akhirnya kami menuju kualakapuas. Seperti dugaanku sebelumnya, rawa, sungai dan tanah lempung akan menjadi pemandangan perjalanan kami. Sungai besar, jembatan besar dan panjang adalah pemandangan menakjubkan bagiku. Luarbiasa sekali Tuhan, batinku.
Pkl. 19.30, akhirnya kami sampai di barak kami, di Kualakapuas. Barak dengan rumput liar yang tinggi di halamannya. Antara percaya dan tidak percaya tapi benar,  itu adalah barak yang akan kami tempati. Aku pun masuk lalu beristirahat.

Terimakasih Tuhan, Itu sudah!.

Minggu, 15 Desember 2013

Akhir Pekan di Jenawi, Sragen, Jawa Tengah.



Awan hitam berarak mendekati langit Bugisan kala aku dan mas Trustha Rembaka menghidupkan mesin motor yang akan membawa kami menuju Jenawi, Sragen, Jawa Tengah. Kami berangkat dari Bugisan,Yogyakarta pkl. 16.30. Jas hujan adalah barang utama yang kami siapkan disamping pakaian ganti mengingat hari – hari ini adalah musim penghujan. Motorpun terus melaju,menggendong kami menyusuri jalanan dipayungi awan hitam. Dan benar, setelah kami sampai di Kota Klaten hujan deras akhirnya mengguyur kami seolah mengerti bahwa kami belum sempat mandi. Akan tetapi kami tetap melanjutkan perjalanan kami dan mencoba bersahabat dengan hujan. Akhirnya hujan menjadi sahabat perjalanan kami, mengiringi kami dengan irama rintiknya. Meskipun demikian, ketika kami mulai menyusuri jalan berkelok di lereng – lereng bukit kami tidak merasa kedinginan. Entah memang karna udaranya tidak dingin atau karna kami sudah berdamai dengan air hujan kami juga tidak tahu.
Setelah 3,5 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di kecamatan Jenawi, Sragen, Jawa Tengah. Kami menginap di rumah bude Harsi (Bude mas Trustha) yang dengan ramah menerima kami. Ketika saya selesai membersihkan badan, baru kemudian saya merasa sangat dingin. Setelah kami ngobrol – ngobrol akhirnya kami memutuskan untuk istirahat.
Setelah melewati malam yang terasa panjang (karena hampir setiap jam saya terbangun) akhirnya saya memutuskan untuk bangun pkl. 05. 30. ku tebaskan Udara dingin yang semalaman menyelimuti ku lalu beranjak menuju dapur dan  membantu bude harsi memasak.
Pkl. 07.00 saya mandi untuk bersiap – siap mengikuti ibadah minggu di GKJ Jenawi Pepantan Jambon. Air di bak kamar mandi tak ubahnya seperti air yang keluar dari dalam freezer. Dingin, namun ada sensasi lain yang ku rasakan yakni segar, benar benar segar. Aku pun memberanikan diri menciduk lebih banyak lagi air lalu ku siramkan ke tubuhku.
Pkl. 08.00, kami tiba di gereja, seorang ibu yang sudah cukup tua nampa tergopoh – gopoh menuju gereja. Meskipun demikian, beliau menyempatkan diri memberi senyum dan salam kepada kami. Walaupun warga nampak sudah berkumpul, namun ketika kami memasuki gereja, kami hanya mendapai beberapa warga yang sudah duduk di dalam gereja. Kami pun memilih duduk di deretan yang belum terisi banyak oleh jemaat.
15 menit berlalu ketika ibadah belum juga dimulai, aku menyadari sesuatu. Tidak ada perempuan di deretan bangku dimana kami duduk. Ketika saya menengok ke barisan kanan, baru saya sadar ternyata para jemaat perempuan duduk terpisah dari laki – laki. Bukan hal yang baru bagiku memang, setidaknya ini pernah terjadi juga di gerejaku GKSBS Mesuji kala itu. Namun saya tidak menduga bahwa hal ini masih terjadi di GKJ untuk waktu sekarang ini. Namun demikianlah kenyataannya.
  
Setelah Ibadah selesai, kami 'nyekar' simbah lalu pulang dengan disambut sahabt perjalanan kami, hujan.

Kamis, 12 Desember 2013

Hari Yang Menyenangkan Bersama Anak - Anak

Hari ini aku bersama anak - anak kelas 2 SD Sanggar Anak alam membuat karya. Bersama pak Adi (orangtua siswa), kami diajari membuat kincir angin dari botol bekas.
Semua anak sangat antusias. Awalnya anak  laki - laki ingin membuat mobil - mobilan, tetapi mereka bingung cara memasang rodanya, demikianhalnya dengan anak - anak perempuan. Mereka bingung mau membuat apa meskipun pak Adi sudah memberi ide untuk membuat kincir angin.
Akhirnya pak Adi mulai memberi contoh membuat kincir angin, aku pun penasaran dan mulai mengikuti pak Adi. Lalu anak - anak perempuan akhirnya ikut membuat kincir angin diikuti oleh beberapa anak laki - laki. Flo, Thomas dan Kaka memilih untuk membuat kapal dengan cara mereka sendiri.
30 menit kemudian, semua anak sudah sibuk membanggakan hasil karya mereka. Yang membuat Kapal langsung dibawa ke selokan depan kelas, sedang yang membuat kincir angin langsung di bawa keluar  karena kebetulan angin cukup kencang.
Aku  pun tak mau kalah dengan anak - anak, aku mencoba kincir anginku bersama mereka. Seperti mereka yang bahagia, puas dan bangga dengan karyanya, aku pun merasa sangat bahagia. Entah karna kincir anginku, entah karna kebersamaan itu atau karna aku merasa seperti anak - anak lagi, aku juga ga mengerti. Tapi yang jelas, siang tadi aku merasa sangat bahagia bersama anak - anakku.

Selasa, 03 Desember 2013

Berbagi Hidup

Hari ini aku merasa benar - benar hidup. Aku merasa menjadi sesosok orang yang berguna. Mengapa?
Karena aku akan memberi arti bagi orang lain.
Mimpi, ya mimpi yang telah membawaku ke tempat ini setelah aku berputar - putar di jalan yang ternyata bukan jalanku.
Dulu, aku memang sangat ingin menjadi sosok yang memberi arti bagi anak - anak. Mengapa anak - anak,? karena masa itu, masa yang penting bagi seseorang. Orang yang sukses di hidupnya tidak lepas dari pendidikan yang diterimanya saat masa kecil.
Dasar, ya..
Pendidikan dasar, itulah yang menjadi Misi hidupku untuk anak - anak. Lebih dari itu, Tuhan sendiri menanamkan visi padaku untuk "Berbagi kehidupan dengan Anak - anak yang kurang Beruntung".
Semoga, ya semoga..
Lewat jalan ini, lewat rekan - rekanku ini, aku bisa menjawab panggilan Tuhan itu.
Satu Hal ku mengerti hari ini, HIDUPKU AKAN MENJADI LEBIH BERARTI KETIKA AKU MAMPU MEMBERI ARTI BAGI HIDUP ORANG LAIN".