Awan
hitam berarak mendekati langit Bugisan kala aku dan mas Trustha Rembaka
menghidupkan mesin motor yang akan membawa kami menuju Jenawi, Sragen, Jawa
Tengah. Kami berangkat dari Bugisan,Yogyakarta pkl. 16.30. Jas hujan adalah
barang utama yang kami siapkan disamping pakaian ganti mengingat hari – hari ini
adalah musim penghujan. Motorpun terus melaju,menggendong kami menyusuri
jalanan dipayungi awan hitam. Dan benar, setelah kami sampai di Kota Klaten
hujan deras akhirnya mengguyur kami seolah mengerti bahwa kami belum sempat
mandi. Akan tetapi kami tetap melanjutkan perjalanan kami dan mencoba
bersahabat dengan hujan. Akhirnya hujan menjadi sahabat perjalanan kami,
mengiringi kami dengan irama rintiknya. Meskipun demikian, ketika kami mulai
menyusuri jalan berkelok di lereng – lereng bukit kami tidak merasa kedinginan.
Entah memang karna udaranya tidak dingin atau karna kami sudah berdamai dengan
air hujan kami juga tidak tahu.
Setelah
3,5 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di kecamatan Jenawi, Sragen, Jawa
Tengah. Kami menginap di rumah bude Harsi (Bude mas Trustha) yang dengan ramah
menerima kami. Ketika saya selesai membersihkan badan, baru kemudian saya
merasa sangat dingin. Setelah kami ngobrol – ngobrol akhirnya kami memutuskan
untuk istirahat.
Setelah
melewati malam yang terasa panjang (karena hampir setiap jam saya terbangun)
akhirnya saya memutuskan untuk bangun pkl. 05. 30. ku tebaskan Udara dingin
yang semalaman menyelimuti ku lalu beranjak menuju dapur dan membantu bude harsi memasak.
Pkl.
07.00 saya mandi untuk bersiap – siap mengikuti ibadah minggu di GKJ Jenawi
Pepantan Jambon. Air di bak kamar mandi tak ubahnya seperti air yang keluar
dari dalam freezer. Dingin, namun ada sensasi lain yang ku rasakan yakni segar,
benar benar segar. Aku pun memberanikan diri menciduk lebih banyak lagi air
lalu ku siramkan ke tubuhku.
Pkl.
08.00, kami tiba di gereja, seorang ibu yang sudah cukup tua nampa tergopoh –
gopoh menuju gereja. Meskipun demikian, beliau menyempatkan diri memberi senyum
dan salam kepada kami. Walaupun warga nampak sudah berkumpul, namun ketika kami
memasuki gereja, kami hanya mendapai beberapa warga yang sudah duduk di dalam
gereja. Kami pun memilih duduk di deretan yang belum terisi banyak oleh jemaat.
15
menit berlalu ketika ibadah belum juga dimulai, aku menyadari sesuatu. Tidak
ada perempuan di deretan bangku dimana kami duduk. Ketika saya menengok ke
barisan kanan, baru saya sadar ternyata para jemaat perempuan duduk terpisah
dari laki – laki. Bukan hal yang baru bagiku memang, setidaknya ini pernah
terjadi juga di gerejaku GKSBS Mesuji kala itu. Namun saya tidak menduga bahwa
hal ini masih terjadi di GKJ untuk waktu sekarang ini. Namun demikianlah
kenyataannya.
Setelah Ibadah selesai, kami 'nyekar' simbah lalu pulang dengan disambut sahabt perjalanan kami, hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar