"Ku buka mata dan ku lihat dunia
‘tlah ku terima anugerah Cinta-Nya
Tak pernah aku menyesali yang ku punya
Tapi ku sadari ada lubang dalam hati
Ku cari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Ku menanti jawaban apa yang dikatakan hati
Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang dalam hati
Ku mengira hanya dialah obatnya
Tapi ku sadari bukan itu yang kucari
Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
Dan ku yakin kau tak ingin aku berhenti
Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang ’kan mengisi lubang dalam hati"
Itu adalah serangkain lirik lagu "Lubang di Hati" miliknya Letto. Lagu ini selalu mengingatkan ku pada perjalanan hidupku. Perjuangan demi perjuangan telah ku lewati namun ruang kosong dalam hidupku justru semakin nyata. Masa demi masa ku coba jalani namun tetap saja belum ku temukan 'sesuatu' yang mampu melengkapi kekosongan itu. Apa? Siapa? Dimana? Kapan? entahlah....
Pernah ku pikir pilihan inilah yang akan mengisi kekosongan itu tapi nyatanya masih ada pilihan lain yang seolah lebih mampu melengkapiku.
Mungkinkah demikian?? entahlah...
Nyatanya kehidupanku terus berlanjut dan pencarian itu akan terus ku lakukan..
entah, entah kamu, entah dia, entah Cinta ataukah Cita yang akan melengkapi hidupku.
Rabu, 30 Oktober 2013
Minggu, 20 Oktober 2013
Ku Renggangkan Genggamanku
Pengalaman kehilangan orang - orang yang ku kasihi adalah pengalaman menyakitkan dan menakutkan yang pernah ku alami dalam hidupku. Bertahun - tahun aku terkurung oleh ketakutanku pada rasa kehilangan itu. Aku berusaha sedemikian keras agar pengalaman itu tak terulang lagi, berkali - kali aku memagari dan menggenggam erat apa yang ku kasihi namun berkali - kali pula aku kehilangan dan lara hati. Hingga aku merasa bahwa aku memang tidak layak dikasihi, seberapapun aku berusaha aku pasti akan ditinggalkan. Akhirnya aku letih, letih yang teramat sangat.
Suatu hari seseorang bicara padaku, Semua hal yang kamu miliki (bahkan orang - orang yang kamu kasihi) adalah milik Tuhan, jadi berikan kepada-Nya kalau Dia memintanya kembali.
Mulai saat itu aku berusaha keras untuk tidak lagi memeluk dan menggenggam dengan erat di tengah rasa ketakutanku yang sedemikian bear. Aku mencoba berlahan untuk melepaskan genggamanku pelan - pelan dan membiarkan DIA menyembuhkan luka - lukaku.
Saat ini,
Saat ketakutan itu datang lagi, saat seolah - olah kehilangan kembali datang seperti momok yang menciutkan hatiku, ku ingat kembali kata - kata itu.
Kamu bukan milikku, kamu pemberian Tuhan untuk mengisi hari - hariku. Aku tak akan menggam erat dirimu agar genggaman itu tak melukai diriku, agar kehilangan itu tidak menyakitkan saat Dia memintamu kembali.
Suatu hari seseorang bicara padaku, Semua hal yang kamu miliki (bahkan orang - orang yang kamu kasihi) adalah milik Tuhan, jadi berikan kepada-Nya kalau Dia memintanya kembali.
Mulai saat itu aku berusaha keras untuk tidak lagi memeluk dan menggenggam dengan erat di tengah rasa ketakutanku yang sedemikian bear. Aku mencoba berlahan untuk melepaskan genggamanku pelan - pelan dan membiarkan DIA menyembuhkan luka - lukaku.
Saat ini,
Saat ketakutan itu datang lagi, saat seolah - olah kehilangan kembali datang seperti momok yang menciutkan hatiku, ku ingat kembali kata - kata itu.
Kamu bukan milikku, kamu pemberian Tuhan untuk mengisi hari - hariku. Aku tak akan menggam erat dirimu agar genggaman itu tak melukai diriku, agar kehilangan itu tidak menyakitkan saat Dia memintamu kembali.
Senin, 14 Oktober 2013
Keberagaman Agama: Kekayaan Atau Ancaman?
“orang
sudah mati kok ya masih saja dikubur dipemakaman yang terpisah dari agama lain
ya!” ungkap teman saya tempo hari ketika melihat maraknya tempat pemakaman
yang hanya menampung pemeluk agama tertentu saja. Ungkapan ini cukup mengusik
pikiran saya, saya jadi teringat juga ketika hendak mencari kos – kosan di
Yogyakarta, dengan penuh semangat saya membaca tulisan “Menerima Kost” tetapi
ketika saya dekati ternyata tulisan tersebut masih berlanjut dengan kriteria
beragama tertentu. Demikian halnya dengan beberapa perumahan yang saya dapati
berlabel agama tertentu. Namun, saya belum tahu apakah fenomena pengelompokkan
diri berdasarkan agama yang sama tersebut juga terjadi di kota – kota lain.
Keberagaman Agama di negara kita sering
dielu – elukan sebagai keindahan dan kekayaan bangsa kita. Namun, jika melihat
fenomena pengelompokkan seseorang berdasarkan agama tersebut, saya jadi berpikir masihkah keberagaman agama di
Indonesia menjadi keindahan dan kekayaan bangsa kita? Jangan – jangan
keberagaman agama justru menjadi ancaman persatuan dan kesatuan bangsa kita?Bagaimana
tidak, pengelompokkan ini jelas membangun dinding pemisah antara penganut agama
A dan Penganut agama B, dinding ini pula yang memperjelas bahwa penganut agama
A dan penganut agama B berbeda sehingga harus dipisahkan. Masalahnya adalah
bagaimana kita dapat benar – benar merasakan bahwa keberagaman agama itu
sebagai keindahan dan kekayaan jika kita hanya berada di lingkungan dengan pemeluk
agama yang sama? Dan bagaimana kita
dapat membangun kerukunan antar umat beragama jika kita hanya mengenal pemeluk
agama yang sama?
Pengelompokkan – pengelompokkan
berdasarkan agama yang sama memang bukan pemandangan yang baru bagi kita. Sejak
play group anak disekolahkan di
lingkungan sekolah yang muridnya seagama, di sekolah lanjutan anak belajar
agama dikelompok – kelompokkan berdasarkan agama yang sama, tinggal di
perumaham yang seagama, bekerja bahkan sampai meninggalpun dikubur di pemakaman
orang – orang yang seagama.
Pengelompokkan seseorang berdasarkan agama
yang sama tersebut memang bukan tanpa alasan. Pada masa orde baru, pengelompokkan
tersebut bahkan sengaja dibuat demi mempertegas garis pembeda antara agama yang
satu dengan agama yang lain sehingga sinkretisme agama tidak terjadi dan
kemurnian ajaran suatu agama tetap terjaga. Hal ini mengingat sinkretisme agama
merupakan bidah yang menyesatkan. Dengan demikian, membicarakan masalah agama
dengan penganut agama yang lain adalah hal yang riskan untuk dilakukan. Khusus
dalam bidang pendidikan agama di sekolah, peserta didik dipisahkan berdasarkan
agamanya masing – masing karena dianggap sudah sewajarnya demikian mengingat
setiap agama mempunyai sistem kepercayaan yang berbeda, yang tidak mungkin
disandingkan secara bersama dalam pendidikan agama(Interfidei, 2007).
Pengelompokkan seseorang
berdasarkan agamanya mungkin menjawab masalah kemurnian ajaran suatu agama
tetapi belum bahkan tidak menjawab masalah konflik berlatarbelakang agama yang
terus terjadi di Indonesia. Kompas.com(2012) mengemukakan bahwa setidaknya 65 %
dari total 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia
pasca reformasi adalah kekerasan yang dilatarbelakangi oleh agama. Kenyataan
ini tentu sangat memprihatinkan apalagi kasus kekerasan berlatarbelakang agama
tersebut merupakan kasus diskriminasi terbanyak dibanding kasus diskriminasi
lain seperti diskriminasi terhadap etnis, gender dan orientasi seksual. Dialog
– dialog antar tokoh agama sering dilakukan tetapi konflik berbau agama masih
saja menghiasi layar televisi kita. Konflik – konflik tersebut jelas secara
tidak langsung akan membangun cara pandang kita terhadap agama lain. Padahal
jika cara pandang kita tehadap agama lain terbentuk dari konflik tersebut maka
jelas hal – hal buruklah yang akan kita dapatkan dari agama lain karena konflik
tentu tidak akan pernah menyajikan keindahan. Oleh sebab itu, tidak sedikit
konflik lain terjadi karena sudut pandang yang salah kemudian ditambah dengan
kecurigaan – kecurigaan terhadap agama lain.
Melihat
realitas tersebut, mengenal dengan benar
siapa, apa dan bagaimana agama lain perlu kita lakukan agar kita memiliki sudut
pandang yang benar akan agama lain. Cara yang paling efektif untuk mengenal
agama lain adalah dengan berinteraksi langsung dengan penganut agama lain.
Dengan berinteraksi langsung maka kita bukan hanya belajar tentang agama lain
melainkan juga membangun persaudaraan. Interaksi langsung juga memungkinakan
kita memiliki sudut pandang yang benar terhadap agama lain sehingga kecurigaan
– kecurigaan terhadap agama lain yang memicu konflik dapat dilenyapkan. Namun
bagaimana interaksi ini dapat dilakukan jika kita cukup nyaman dilingkungan
yang seagama? Semoga kita segera sadar bahwa Indonesia benar – benar Bhineka
dan memiliki hati untuk mewujudkan semboyan bangsa kita “BHINEKA TUNGGAL IKA”.
Langganan:
Postingan (Atom)