Selasa, 16 Desember 2014

Malaikat Tanpa Sayap

Ini perjumpaanku dengan seorang, ah bukan, dua orang malaikat.
Malaikat ini berbeda dengan apa yang selama ini orang gambarkan tentang mereka. Malaikat yang ku temui tadi tidak bersayap, tidak berjubah putih,  apalagi bercahaya dan suaranya juga tidak merdu.  Sebenarnya bukan kali pertama aku berjumpa dengannya, malaikat dengan pakaian ala preman, suara yang keras tapi tegas, meski tak bersayap tapi dia mampu menerbangkanku dan meski tubuhnya cenderung gelap, tapi setelah ku amati ternyata dia memancarkan cahaya dari perbuatannya.
Yaa.., mereka adalah tukang penyebrang jalan. Kesekian kalinya aku merasa mereka sangat menolongku di tengah kesulitanku menyebrang baik saat berjalan kaki maupun mengendarai motor. Mereka dengan gagah berani memberi isyarat & menghentikan mobil dan motor dari seberang yang melaju dengan kecepatan tinggi. Keramahan tetap mereka berikan bagiku (dan juga pengendara motor lain) saat kami hendak menyebrang meski aku dan jug apengendara motor lain tidak memberikan upah kepada mereka. Awalnya aku berpikir mereka hanya akan menyebrangkan mobil karena biasanya hanya sopir – sopir mobillah yang memberikan upah kepada mereka. Namun ternyata dugaanku keliru, bukan hanya pengendara motor yang disebrangkannya, aku yang berjalan kaki pun dibantunya untuk menyebrang.
Mungkin ini hal yang sangat senderhana bagi kebanyakan orang, tapi bagiku yang merasa sangat terbantu, pekerjaan mereka sangat berarti bagiku. Aku tidak habis pikir akan butuh berapa lama aku untuk menyebrang jika tanpa bantuan tukang penyebrang jalan, mengingat banyaknya kendaraan yang melaju dengan kecangnya. Saat seperti ini juga membuatku merenung betapa aku mungkin juga sering tetap melaju kencang meski melihat pejalan kaki/pengendara motor ada yang ingin menyebrang.
Perbuatan kecil, pekerjaan sepele yang sering diremehkan orang sejatinya sangat menolong orang lain. Namun demikian, apa yang dilakukan mereka seringkali tidak diperhitungkan orang lain dan mungkin ada yang merasa cukup dengan memberikan upah recehan kepada mereka.  Pekerjaan mungkin sudah banyak yang kehilangan nilainya sehingga orang tak lagi memperhitungkan seberapa besar itu menolong orang lain tetapi seberapa besar itu mendatangkan uang bagiku. Ah, alangkah indahnya jika setiap orang dapat memandang setiap pekerjaan itu dari NILAI-nya dan bukan UANG-nya. Alangkah damainya jika setiap orang dapat melihat Tuhan di pekerjaan orang lain dan bukan TAHTA-nya.  Aku yakin maka Bumi ini benar – benar dapat menjadi seperti di SURGA.

“Terima kasih pak penyebrang, aku melihat Tuhan di dalam dirimu”